Seperti
biasa, aku akan menghabiskan senja di sebuah café di pinggir jalan. Menghabiskan senja di tengah musim salju
yang terus-menerus menurunkan saljunya dari langit. Berharap ada sesosok lelaki
yang masih setia menunggu ku seperti dulu. Maka dengan segera aku menyelesaikan
tugasku sebagai petugas perpustakaan.
Ku
percepat langkah kaki ku agar lebih cepat sampai pada tujuan ku. Udara dingin
yang membuat tubuh ku menggigil getir tak ku hiraukan. Hanya harapan kecil di
sudut hati yang paling dalam yang mampu membuatku merasa hangat.
Saat aku menginjakan kaki di tempat
yang terlihat tak pantas disebut sebuah café,
dengan dinding tanpa plester sehingga memerlihatkan batu bata merahnya yang
tersusun rapi menjulang tinggi membentuk sebuah ruangan yang cukup luas. Tak
ada AC (air conditioner) di tempat
ini, hanya ada beberapa kipas angin yang diletakan diatas langit-langit. Pintu
yang hanya mempunyai satu daun pintu, terbuat dari kayu yang sudah tampak
keropos termakan oleh rayap. Mungkin. Namun setiap sisi yang tak bernilai itu
akan terlihat sangat bernilai saat dilihat secara bersamaan. Iya, itu semua
adalah kombinasi yang sangat pas.
Disana hanya ada satu jendela besar
yang memerlihatkan keindahan kota yang tertutup oleh salju yang lebat. Salju yang
berjatuhan membelakangi sinar senja berwarna kuning kemerahan, terlihat sangat
indah. Disanalah tempat kesukaanku, tempat kesukaan kita untuk menghabiskan
senja. Dengan duduk menyilangkan kedua kaki, ditemani seporsi spaghetti dan iced coffee kesukaan ku, dan lasagna
serta watermelon juice yang tentunya
kesukaan mu. Semua terasa indah selama empat tahun. Dan semuanya berlalu begitu
saja, tanpa menyisakan apapun. Tak seperti hujan, jika ia berhenti meluapkan
bulirannya, ia akan meninggalkan jejak hujan di sepanjang jalan dan
meninggalkan seseorang semakin enggan beranjak dari kenangan.
Tapi kali ini tempat itu begitu
berbeda. Aku datang lebih awal dari biasanya. Sekarang masih pukul 16.45, kita
biasa datang sekitar pukul 17.20. itu artinya aku datang hampir sejam lebih
awal. Mungkin karena aku tak sabar untuk bertemu dengan mu. Hari ini adalah
hari ulang tahun mu. Tepat saat umurmu bertambah menjadi tujuh belas tahun. Itu
menandakan bahwa kau sekarang sudah menjadi lelaki dewasa. Seharusnya.
Sebelum aku duduk di tempat kesukaan
kita. Aku pergi ke kamar kecil untuk merapikan penampilan ku. Aku tidak mau
terlihat buruk di hadapan mu. Setelah itu, aku melihat ke beberapa pelayan yang
tengah memerhatikan para tamunya dengan seksama. Setelah salah seorang melihat
ke arah ku. Langsung saja mulut ku berkomat-kamit
yang mmeberitahunya aku memesan menu seperti biasanya. Tersirat raut muka muram
dari seorang pelayan tadi. Mungkin dia mengetahui sesuatu. Tapi tak ku hirau
kan.
Aku mengambil beberapa menu yang
memang disajikan untuk seseorang yang ingin merayakan hari ulang tahun atau pun
hari jadinya dengan kekasih. Lalu membawanya ke tempat ku, duduk dan kemudian
menyilangkan kaki. Ku buka tiap lembar dari menu itu. Aku tertarik dengan
sebuah kue blackforest yang memiliki
keunikan pada hiasannya. Jika dilihat oleh orang lain, itu akan menjadi kue
yang biasa. Sangat biasa. Tapi aku begitu tertarik untuk memberikannya pada Andre
sebagai kejutan untuknya.
Ketika pesanan ku tiba, tak lupa aku
kembali memesan kue blackforest
tersebut, dengan tulisan “Happy Sweet
Seventeenth, Andre. I love you”. Pelayan itu segera bergegas pergi untuk
mempersiapkan kue itu. Sebelum pelayan itu pergi, aku sempat memberitahunya
untuk memberikan kuenya ketika mendapat aba-aba dari ku. Pelayan itu mengangguk
menandakan bahwa ia mengerti. Lalu pergi.
***
Dua jam berlalu. Tak ada tanda
kehadirannya. Alia masih dengan setia menunggu. Meski spaghetti-nya telah mengeras dan kaku. Meski iced coffe-nya telah mencair, meninggalkan bulir-bulir air pada
gelas beningnya dan genangan air yang membentuk lingkaran dibawah gelasnya. Meski
lasagna untuknya telah menjadi dingin
yang mungkin sudah tak enak untuk dimakan. Meski watermelon juice untuknya telah tak bersuhu, hingga rasanya sudah
beraturan jika kau meminumnya. Meskipun.
“Sepertinya
dia terjebak oleh badai salju” gumamnya.
Terdengar nada kecewa pada kalimat
itu. Tentu hal itu tidak akan terjadi. Hari ini tak ada badai salju atau apa
pun. Cuaca normal seperti biasanya. Mungkin itu hanya sebuah kalimat yang
sengaja ia ucapkan untuk mengusir rasa kecewanya.
“Ia
pasti datang. Pasti!” katanya dengan hembusan nafas yang sangat pasrah. Seperti
ia tahu bahwa Andre tak akan datang.
Tapi Alia tidak akan mengubah
keyakinannya. Ia akan tetap menunggu dengan segala resiko dan kata meski pun…
“Lebih
baik ku menelponnya sekarang juga” kata Alia. Dengan segera ia mengambil
telepon genggam bermerk Samsung itu. Lalu
menakan nomor telepon milik Andre, lalu meletakan di telinganya. Ada jeda
beberapa saat setelah itu…
“Halo”
“Iya,
halo”
“Dimana?
Jam berapa kau akan datang? Kau tahu aku sudah menunggu mu sejak sore. Aku datang
hampir satu jam lebih awal dari biasanya. Mungkin aku terburu-buru, karena hari
ini hari ulang tahun mu, kan. Ah iya, aku hampir lupa. Aku lupa untuk
mengucapkan…”
“Alia,
cukup!”
Deg.
Bagaikan sebuah petir menyambar ku. Aku terdiam. Tak berbicara. Tak bernafas
untuk beberapa saat. Semuanya terhenti. Termasuk obrolan melalui telepon
genggam ini.
“Alia…
Maaf. Tapi aku tak akan pergi kemana pun hari ini. Aku sedang tidak ingin pergi
sama sekali. Maaf”
“Ah…
Haha lelucon mu sangat lucu, Andre. Aku hampir saja tertawa terbahak-bahak
mendengar lelucon mu barusan”
“Aku
tidak bercanda, Alia. Aku serius”
“Tapi
kenapa? Bukankah seharusnya kau datang. Dan kita merayakan ulang tahun mu?”
“Aku
sedang tidak mood untuk berpergian.
Pulanglah, dan lupakan semuanya. Ingat satu hal, Alia. Kau dan aku sudah tak
ada hubungan apapun”
“Kau
bodoh!”
“Iya,
aku memang bodoh”
“Kau
bajingan!”
“Iya,
aku memang bajingan. Hujatlah aku semaumu. Tapi aku sudah tak peduli”
“Kau
jahat! Dan aku membenci mu!” kalimat terakhir yang Alia ucapkan dengan nada
yang hampir tinggi, lalu memutuskan komunikasi dengan Andre.
Alia terdiam sejenak. Menahan tangisnya
agar tidak terlihat oleh orang lain. Ia terisak dalam diam. Membuat dadanya
terasa begitu sesak karena menahan emosinya. Alia menyesal, kenapa ia tak bisa
menyadari bahwa dirinya sudah kembali menjadi orang lain bagi andre. Ia sungguh
menyesal.
***
Sebuah ranjang terbuat dari besi yang
dicat dengan warna putih, serta di tempatkan di ruangan yang berbau khas. Berbau
obat-obatan yang memuakkan. Bau itu begitu menyengat.
“Memalukan!”
katanya dengan sedikit dengusan. Terdengar seperti seseorang yang marah pada
dirinya sendiri.
“Seharusnya
aku tidak melakukannya. Dan seharusnya saat ini aku sedang berjalan ke sebuah café dan bertemu dengan wanita yang
pernah menemani ku selama empat tahun. Seharusnya. Huh, aku sungguh bodoh!”
ucapkan sekali lagi.
Hari ini adalah ulang tahunnya. Ulang tahun
yang ke tujuh belas. Bukankah saat itu adalah saat yang membahagiakan, saat dimana
kita meninggalkan masa remaja dan kekanak-kanakan kita, dan mulai menginja masa
yang menuntut kita untuk bersikap dewasa. Saat itulah kita mendapatkan kebebasan-kebebasan
kecil yang pernah kita minta sebelumnya. Saat dimana kita yakin seseorang yang
sangat kita cintai berada disamping kita saat usia kita bertambah.
Namun, Andre tak mampu berbuat apapun.
Ia hanya bisa terbaring lemah di atas ranjang itu. Dan ia hanya mampu menangisi
kebodohannya. Kebodohan karena dengan sengaja memaksa Alia untuk melupakan
dirinya. Itu sunggu menyakitkan. Dan sesungguhnya Andre tak menginginkan hal
itu.
“Alia,
maafkan aku” suara sendu yang ia lontarkan dari kejauhan untuk Alia. Wanita
yang telah ia sakiti hatinya.
Andre sadar, bahwa sakitnya akan
bertambah parah. Ditambah lagi dengan berbagai macam penyakit yang berdiam
dalam tubuhnya. Penyakit yang tak pernah kunjung sembuh. Ia tak mau jika Alia
terlihat cemas karenanya. Sungguh, ia hanya ingin melihat Alia selalu tersenyum
ceria seperti biasanya. Namun sekarang, senyum itu sudah tak terlihat lagi di
wajah manis Alia.
“Maaf,
jika aku berbuat seperti ini. Tapi sesungguhnya, aku begitu mencintaimu. Sangat”
**
Terkadang
apa yang kita anggap sebagai suatu kejahatan
Cobalah
untuk berpikir dua kali
Mungkin
saja itu adalah salah satu cara mereka untuk menunjukan kasih sayang untuk
kita.
Percayalah,
tak ada orang jahat di dunia ini.
Sama
halnya dengan mu, Kak.
Aku
tahu kau pria yang baik. Dan aku yakin bahwa kau pernah mencintai ku walau
hanya sesaat. Itu semua terbukti dari semua pengorbanan yang kau berikan
padaku. Dan aku masih mengingat semua pengorbanan mu dengan begitu jelas hingga
detik ini.
Terima
kasih atas semuanya.
Aku
masih enggan untuk pergi dari kenangan kita :’)
Komentar