Cerita Alia dan Andre



   Seperti biasa, aku akan menghabiskan senja di sebuah café di pinggir jalan. Menghabiskan senja di tengah musim salju yang terus-menerus menurunkan saljunya dari langit. Berharap ada sesosok lelaki yang masih setia menunggu ku seperti dulu. Maka dengan segera aku menyelesaikan tugasku sebagai petugas perpustakaan.

   Ku percepat langkah kaki ku agar lebih cepat sampai pada tujuan ku. Udara dingin yang membuat tubuh ku menggigil getir tak ku hiraukan. Hanya harapan kecil di sudut hati yang paling dalam yang mampu membuatku merasa  hangat.
   Saat aku menginjakan kaki di tempat yang terlihat tak pantas disebut sebuah café, dengan dinding tanpa plester sehingga memerlihatkan batu bata merahnya yang tersusun rapi menjulang tinggi membentuk sebuah ruangan yang cukup luas. Tak ada AC (air conditioner) di tempat ini, hanya ada beberapa kipas angin yang diletakan diatas langit-langit. Pintu yang hanya mempunyai satu daun pintu, terbuat dari kayu yang sudah tampak keropos termakan oleh rayap. Mungkin. Namun setiap sisi yang tak bernilai itu akan terlihat sangat bernilai saat dilihat secara bersamaan. Iya, itu semua adalah kombinasi yang sangat pas.
    Disana hanya ada satu jendela besar yang memerlihatkan keindahan kota yang tertutup oleh salju yang lebat. Salju yang berjatuhan membelakangi sinar senja berwarna kuning kemerahan, terlihat sangat indah. Disanalah tempat kesukaanku, tempat kesukaan kita untuk menghabiskan senja. Dengan duduk menyilangkan kedua kaki, ditemani seporsi spaghetti dan iced coffee kesukaan ku, dan lasagna serta watermelon juice yang tentunya kesukaan mu. Semua terasa indah selama empat tahun. Dan semuanya berlalu begitu saja, tanpa menyisakan apapun. Tak seperti hujan, jika ia berhenti meluapkan bulirannya, ia akan meninggalkan jejak hujan di sepanjang jalan dan meninggalkan seseorang semakin enggan beranjak dari kenangan.
    Tapi kali ini tempat itu begitu berbeda. Aku datang lebih awal dari biasanya. Sekarang masih pukul 16.45, kita biasa datang sekitar pukul 17.20. itu artinya aku datang hampir sejam lebih awal. Mungkin karena aku tak sabar untuk bertemu dengan mu. Hari ini adalah hari ulang tahun mu. Tepat saat umurmu bertambah menjadi tujuh belas tahun. Itu menandakan bahwa kau sekarang sudah menjadi lelaki dewasa. Seharusnya.
    Sebelum aku duduk di tempat kesukaan kita. Aku pergi ke kamar kecil untuk merapikan penampilan ku. Aku tidak mau terlihat buruk di hadapan mu. Setelah itu, aku melihat ke beberapa pelayan yang tengah memerhatikan para tamunya dengan seksama. Setelah salah seorang melihat ke arah ku. Langsung saja mulut ku berkomat-kamit yang mmeberitahunya aku memesan menu seperti biasanya. Tersirat raut muka muram dari seorang pelayan tadi. Mungkin dia mengetahui sesuatu. Tapi tak ku hirau kan.
    Aku mengambil beberapa menu yang memang disajikan untuk seseorang yang ingin merayakan hari ulang tahun atau pun hari jadinya dengan kekasih. Lalu membawanya ke tempat ku, duduk dan kemudian menyilangkan kaki. Ku buka tiap lembar dari menu itu. Aku tertarik dengan sebuah kue blackforest yang memiliki keunikan pada hiasannya. Jika dilihat oleh orang lain, itu akan menjadi kue yang biasa. Sangat biasa. Tapi aku begitu tertarik untuk memberikannya pada Andre sebagai kejutan untuknya.
  Ketika pesanan ku tiba, tak lupa aku kembali memesan kue blackforest tersebut, dengan tulisan “Happy Sweet Seventeenth, Andre. I love you”. Pelayan itu segera bergegas pergi untuk mempersiapkan kue itu. Sebelum pelayan itu pergi, aku sempat memberitahunya untuk memberikan kuenya ketika mendapat aba-aba dari ku. Pelayan itu mengangguk menandakan bahwa ia mengerti. Lalu pergi.
***

  Dua jam berlalu. Tak ada tanda kehadirannya. Alia masih dengan setia menunggu. Meski spaghetti-nya telah mengeras dan kaku. Meski iced coffe-nya telah mencair, meninggalkan bulir-bulir air pada gelas beningnya dan genangan air yang membentuk lingkaran dibawah gelasnya. Meski lasagna untuknya telah menjadi dingin yang mungkin sudah tak enak untuk dimakan. Meski watermelon juice untuknya telah tak bersuhu, hingga rasanya sudah beraturan jika kau meminumnya. Meskipun.

“Sepertinya dia terjebak oleh badai salju” gumamnya.

   Terdengar nada kecewa pada kalimat itu. Tentu hal itu tidak akan terjadi. Hari ini tak ada badai salju atau apa pun. Cuaca normal seperti biasanya. Mungkin itu hanya sebuah kalimat yang sengaja ia ucapkan untuk mengusir rasa kecewanya.
“Ia pasti datang. Pasti!” katanya dengan hembusan nafas yang sangat pasrah. Seperti ia tahu bahwa Andre tak akan datang.

    Tapi Alia tidak akan mengubah keyakinannya. Ia akan tetap menunggu dengan segala resiko dan kata meski pun…

“Lebih baik ku menelponnya sekarang juga” kata Alia. Dengan segera ia mengambil telepon genggam bermerk Samsung itu. Lalu menakan nomor telepon milik Andre, lalu meletakan di telinganya. Ada jeda beberapa saat setelah itu…

“Halo”
“Iya, halo”
“Dimana? Jam berapa kau akan datang? Kau tahu aku sudah menunggu mu sejak sore. Aku datang hampir satu jam lebih awal dari biasanya. Mungkin aku terburu-buru, karena hari ini hari ulang tahun mu, kan. Ah iya, aku hampir lupa. Aku lupa untuk mengucapkan…”
“Alia, cukup!”
          Deg. Bagaikan sebuah petir menyambar ku. Aku terdiam. Tak berbicara. Tak bernafas untuk beberapa saat. Semuanya terhenti. Termasuk obrolan melalui telepon genggam ini.
“Alia… Maaf. Tapi aku tak akan pergi kemana pun hari ini. Aku sedang tidak ingin pergi sama sekali. Maaf”
“Ah… Haha lelucon mu sangat lucu, Andre. Aku hampir saja tertawa terbahak-bahak mendengar lelucon mu barusan”
“Aku tidak bercanda, Alia. Aku serius”
“Tapi kenapa? Bukankah seharusnya kau datang. Dan kita merayakan ulang tahun mu?”
“Aku sedang tidak mood untuk berpergian. Pulanglah, dan lupakan semuanya. Ingat satu hal, Alia. Kau dan aku sudah tak ada hubungan apapun”
“Kau bodoh!”
“Iya, aku memang bodoh”
“Kau bajingan!”
“Iya, aku memang bajingan. Hujatlah aku semaumu. Tapi aku sudah tak peduli”
“Kau jahat! Dan aku membenci mu!” kalimat terakhir yang Alia ucapkan dengan nada yang hampir tinggi, lalu memutuskan komunikasi dengan Andre.

    Alia terdiam sejenak. Menahan tangisnya agar tidak terlihat oleh orang lain. Ia terisak dalam diam. Membuat dadanya terasa begitu sesak karena menahan emosinya. Alia menyesal, kenapa ia tak bisa menyadari bahwa dirinya sudah kembali menjadi orang lain bagi andre. Ia sungguh menyesal.
***
  Sebuah ranjang terbuat dari besi yang dicat dengan warna putih, serta di tempatkan di ruangan yang berbau khas. Berbau obat-obatan yang memuakkan. Bau itu begitu menyengat.
“Memalukan!” katanya dengan sedikit dengusan. Terdengar seperti seseorang yang marah pada dirinya sendiri.
“Seharusnya aku tidak melakukannya. Dan seharusnya saat ini aku sedang berjalan ke sebuah café dan bertemu dengan wanita yang pernah menemani ku selama empat tahun. Seharusnya. Huh, aku sungguh bodoh!” ucapkan sekali lagi.
    Hari ini adalah ulang tahunnya. Ulang tahun yang ke tujuh belas. Bukankah saat itu adalah saat yang membahagiakan, saat dimana kita meninggalkan masa remaja dan kekanak-kanakan kita, dan mulai menginja masa yang menuntut kita untuk bersikap dewasa. Saat itulah kita mendapatkan kebebasan-kebebasan kecil yang pernah kita minta sebelumnya. Saat dimana kita yakin seseorang yang sangat kita cintai berada disamping kita saat usia kita bertambah.
    Namun, Andre tak mampu berbuat apapun. Ia hanya bisa terbaring lemah di atas ranjang itu. Dan ia hanya mampu menangisi kebodohannya. Kebodohan karena dengan sengaja memaksa Alia untuk melupakan dirinya. Itu sunggu menyakitkan. Dan sesungguhnya Andre tak menginginkan hal itu.
“Alia, maafkan aku” suara sendu yang ia lontarkan dari kejauhan untuk Alia. Wanita yang telah ia sakiti hatinya.
   Andre sadar, bahwa sakitnya akan bertambah parah. Ditambah lagi dengan berbagai macam penyakit yang berdiam dalam tubuhnya. Penyakit yang tak pernah kunjung sembuh. Ia tak mau jika Alia terlihat cemas karenanya. Sungguh, ia hanya ingin melihat Alia selalu tersenyum ceria seperti biasanya. Namun sekarang, senyum itu sudah tak terlihat lagi di wajah manis Alia.
“Maaf, jika aku berbuat seperti ini. Tapi sesungguhnya, aku begitu mencintaimu. Sangat”

**
Terkadang apa yang kita anggap sebagai suatu kejahatan
Cobalah untuk berpikir dua kali
Mungkin saja itu adalah salah satu cara mereka untuk menunjukan kasih sayang untuk kita.
Percayalah, tak ada orang jahat di dunia ini.
Sama halnya dengan mu, Kak.
Aku tahu kau pria yang baik. Dan aku yakin bahwa kau pernah mencintai ku walau hanya sesaat. Itu semua terbukti dari semua pengorbanan yang kau berikan padaku. Dan aku masih mengingat semua pengorbanan mu dengan begitu jelas hingga detik ini.
Terima kasih atas semuanya.
Aku masih enggan untuk pergi dari kenangan kita :’)

Komentar