Tanggal Dua Belas

     Ingatkah kamu sekarang adalah hari apa? Mungkin kau akan menjawab hari ini adalah hari Jum’at dan kau akan mengira aku tidak melihat kalender. Tapi apa kau sama sekali tak ingat ini tanggal berapa? Jika kau masih menganggap bahwa aku tak  tahu hari ataupun tanggal, hem- baiklah mungkin lebih baik aku katakan saja..
    Sebelumnya bolehkah aku mengucap kata “Maaf” kembali pada mu? Aku tahu mungkin kau sudah bosan dengan kata maaf itu, tapi- lidah ku seperti telah di atur untuk terus saja mengucap kata maaf, iya seperti- hati ku yang- telah di atur untuk- terus- mencintai mu..
     Apakah aku terlalu banyak bicara hari ini? Jika bagi mu aku terlalu banyak berbicara, segeralah hentikan aku. Mungkin saja kau bosan dengan semua ocehan ku setiap hari yang memiliki inti yang sama (?)
     Maaf, maaf jika aku masih berani untuk mengucap selamat pada mu tentang- hari ini, tentang- tanggal ini meskipun di iringi dengan kata “gagal”. Pernahkah kau bayangkan betapa pedihnya berbicara dengan menyisipkan kata itu? Rasanya begitu perih hingga membuat dada mu terasa sesak dan bulir-bulir air mata jatuh dari kelopak mata mu. Ketika hari ini telah tiba, entah mengapa aku merasa seperti sehelai kain tak bertuan, terbang kesana dan kemari terbawa oleh angin yang menerjangnya. Dan aku seperti seseorang yang kehilangan arah, kesendirian kini menjadi bagian dari diri ku. Apakah aku nampak aneh hanya karena tanggal dua belas ? Bagaimana jika itu terjadi dengan kalian? Di saat hari yang telah kalian nantikan selama ini ternyata telah gagal kita lewati? Apakah kalian akan merasakan hal yang sama dengan ku? Atau hanya aku yang terlalu berlebihan? Oh ayolah, aku hanya berharap kalian tidak membohongi diri kalian sendiri! Aku tak mau kalian menjadi seseorang yang begitu munafik!
     Hei kamu! Iya kamu, kamu yang sedang aku ceritakan di sini. Tahukah kamu bahwa aku sangat merindukan mu? Aku rindu ketika kau dekap aku, aku rindu ketika kau mencium pipi atau kening ku, aku rindu ketika kita bersenda-gurau. Setiap ku mengingat akan hal itu aku tak sanggup menahan air mata ku, semakin ku menahan rasanya semakin perih. Tak jarang ku biarkan tangisan ku pecah, meski tetap ku tutup mulut ku menggunakan guling kesayangan ku agar kedua orang tua ku tak mengetahui bahwa aku masih terjebak dalam kenangan indah bersama mu..
     Masih ku ingat dengan jelas ketika ku berhasil melewati satu tahun pertama bersama mu , tepatnya empat tahun yang lalu. Bukankah saat itu aku sedang sibuk berlatih drama untuk memeriahkan acara perpisahan dengan kakak kelas tiga yang diselenggarakan di sekolah ku? Waktu itu aku benar-benar sibuk hingga aku sama sekali tidak mempunyai  waktu sedikit pun untuk menghubungi mu, tapi kau melakukan satu hal yang begitu membekas dalam ingatan ku. Kau jauh-jauh datang ke tempat ku berlatih  hanya untuk menemui ku meski pun kau membawa tangan kosong. Lalu apakah sebuah hadiah yang ku harapkan? Tentu tidak. Hanya dengan melihat mu saja sudah termasuk hadiah yang sangat indah untuk ku. Kau rela berdiri untuk menunggu ku pulang selama kurang lebih dua jam karena kau tak mau ku ajak masuk ke dalam dan kau tak mau ku jadikan sebagai penonton drama ku. Tahukah kamu, selama aku berlatih waktu itu aku tak bisa konsentrasi dengan peran yang ku mainkan dalam alur dramanya. Itu karena aku terlalu sibuk memerhatikan dan memikirkan mu saja..
     Lalu apakah kau ingat saat kita kembali berhasil melewati tahun kedua? Saat itu kau membohongi ku! Kau bilang pada ku bahwa kau akan tidur karena kau telah begadang semalam suntuk untuk mengerjakan proyek desain mu. Apakah kau tahu saat itu aku ingin marah kepada mu, namun ku urungkan niat ku karena aku tak ingin kau sakit hanya karena kau kekurangan waktu untuk beristirahat. Saat itu aku sedang berada di sekolah, bukan? Waktu itu memang sedang tidak ada pelajaran selama satu hari, jadi para murid di sekolah ku bisa dengan bebas berlalu lalang di luar kelas atau pun di kantin tanpa harus ketakutan jika saja ada guru yang melihat. Tiba-tiba saja saat aku sedang duduk di kursi panjang sebelah kelas ku bersama ke empat teman ku, salah seorang teman ku berteriak kepada ku, “Vanya! Aku melihat Alex diluar gerbang sekolah kita, bukannya dia bilang kalo dia mau tidur ya?”. Belum sempat aku menjawab pertanyaan dari salah satu teman ku, tiba-tiba saja ada seorang teman ku yang lain datang sambil membawa sebuah tas berwarna merah kecil berisi sebuah kado yang dibungkus oleh kertas kado berwarna hijau. Tas itu langsung diberikannya kepada ku sambil berkata, “Vanya, ini dari Alex. Tadi aku bertemu dengannya di depan gerbang sekolah saat aku baru datang dari kantin”. Tahukah kamu, aku beserta ke empat teman ku yang duduk bersama ku secara spontan kita langsung berteriak kencang, tak lupa mereka pun turut meledek ku dengan kata “cie”. Saat itu aku hanya bisa tersipu malu dengan warna merah merona terpancar dari pipi ku. Sungguh momen yang sangat ku rindukan…
     Tapi kau berubah sejak kita akan melewati tahun ketiga, kau mulai menjauh dan kau mulai tak pernah ada waktu untuk ku. Kau terlalu sibuk dengan segala urusan mu. Tapi aku masih mencoba untuk bersabar. Ingatkah kau saat aku tiba-tiba datang kerumah mu sambil membawa sekotak kue berukuran sedang ketika hari dimana kita telah tiga tahun bersama? Tentu kau tahu perjuangan ku untuk sampai kerumahmu dengan membawa kue itu. Susah bukan? Iya. Itu sangat susah. Ditambah dengan jarak rumah kita yang memang cukup jauh, aku tahu kue itu bukanlah kue mahal dengan harga ratusan atau mungkin jutaan, itu hanya sebuah kue yang ku pesan satu hari sebelumnya di toko kue dekat rumah ku. Maafkan aku jika rasa dari kue itu tidak enak, namun aku hanya berusaha semampu ku untuk membuat mu bahagia.
     Kini, di tahun keempat kita bersama semua terasa begitu asing bagi ku. Tak ada lagi kejutan-kejutan kecil yang kau berikan untuk ku seperti tahun-tahun sebelumnya. Apakah kau benar-benar melupakan ku? Aku harap itu tidak terjadi. Ku ucapkan kata selamat kepada mu lebih dulu, dengan harapan kau akan meberi respon seperti yang ku inginkan, namun semuanya tak berjalan sesuai keinginan ku. Kau terlalu dingin. Aku berbicara panjang lebar tapi kau hanya membalasnya dengan beberapa kalimat singkat seolah kau memang sedang dalam keadaan mood yang tidak bagus. Oke aku mengerti, lebih baik ku biarkan saja dan tidak membahasnya kembali. Karena ku tahu, jika aku membahasnya itu akan menimbulkan pertengkaran di antara kita. Lebih baik ku simpan semuanya dengan rapi dalam ingatan dan hati ku. Cukup aku saja yang mengetahui semuanya.
     Maaf jika aku menceritakan kenangan ini, kenangan yang tentunya sangat memuakkan bagi mu. Aku yakin, ketika aku menceritakan hal ini kau pasti dengan cepat memejamkan kedua mata mu dan menutup telinga mu rapat-rapat hingga kau tak mendengar suara apapun. Aku sudah menebak itu. Aku telah cukup baik mengenal mu, kak. Empat tahun kita bersama bukanlah waktu yang singkat untuk ku, melainkan waktu yang sangat lama dengan berbagai kenangan manis ataupun pahit didalamnya.
     Kini aku yakin, kau sedang tersenyum lepas bahkan tertawa terbahak-bahak bersama wanita yang kau inginkan. Jika aku masih memiliki hak atas diri mu, maka aku akan menyuruh mu menjauhi wanita itu, namun kini ku sadari aku bukanlah siapa-siapa bagi mu. Aku hanyalah sebuah masa lalu yang begitu memuakkan untuk mu.
     Aku tak bermaksud membuat mu kembali teringat dengan kenangan kita terdahulu, aku hanya ingin bercerita betapa aku sangat menyayangi mu. Maafkan aku, kak…

Komentar