Ingatkah kamu sekarang adalah hari apa?
Mungkin kau akan menjawab hari ini adalah hari Jum’at dan kau akan mengira aku
tidak melihat kalender. Tapi apa kau sama sekali tak ingat ini tanggal berapa?
Jika kau masih menganggap bahwa aku tak
tahu hari ataupun tanggal, hem- baiklah mungkin lebih baik aku katakan
saja..
Sebelumnya bolehkah aku mengucap kata “Maaf”
kembali pada mu? Aku tahu mungkin kau sudah bosan dengan kata maaf itu, tapi-
lidah ku seperti telah di atur untuk terus saja mengucap kata maaf, iya
seperti- hati ku yang- telah di atur untuk- terus- mencintai mu..
Apakah aku terlalu banyak bicara hari ini?
Jika bagi mu aku terlalu banyak berbicara, segeralah hentikan aku. Mungkin saja
kau bosan dengan semua ocehan ku setiap hari yang memiliki inti yang sama (?)
Maaf, maaf jika aku masih berani untuk
mengucap selamat pada mu tentang- hari ini, tentang- tanggal ini meskipun di
iringi dengan kata “gagal”. Pernahkah kau bayangkan betapa pedihnya berbicara
dengan menyisipkan kata itu? Rasanya begitu perih hingga membuat dada mu terasa
sesak dan bulir-bulir air mata jatuh dari kelopak mata mu. Ketika hari ini
telah tiba, entah mengapa aku merasa seperti sehelai kain tak bertuan, terbang
kesana dan kemari terbawa oleh angin yang menerjangnya. Dan aku seperti
seseorang yang kehilangan arah, kesendirian kini menjadi bagian dari diri ku. Apakah
aku nampak aneh hanya karena tanggal dua belas ? Bagaimana jika itu terjadi
dengan kalian? Di saat hari yang telah kalian nantikan selama ini ternyata
telah gagal kita lewati? Apakah kalian akan merasakan hal yang sama dengan ku?
Atau hanya aku yang terlalu berlebihan? Oh ayolah, aku hanya berharap kalian
tidak membohongi diri kalian sendiri! Aku tak mau kalian menjadi seseorang yang
begitu munafik!
Hei kamu! Iya kamu, kamu yang sedang aku
ceritakan di sini. Tahukah kamu bahwa aku sangat merindukan mu? Aku rindu
ketika kau dekap aku, aku rindu ketika kau mencium pipi atau kening ku, aku
rindu ketika kita bersenda-gurau. Setiap ku mengingat akan hal itu aku tak
sanggup menahan air mata ku, semakin ku menahan rasanya semakin perih. Tak jarang
ku biarkan tangisan ku pecah, meski tetap ku tutup mulut ku menggunakan guling kesayangan ku agar kedua orang
tua ku tak mengetahui bahwa aku masih terjebak dalam kenangan indah bersama
mu..
Masih ku ingat dengan jelas ketika ku
berhasil melewati satu tahun pertama bersama mu , tepatnya empat tahun yang
lalu. Bukankah saat itu aku sedang sibuk berlatih drama untuk memeriahkan acara
perpisahan dengan kakak kelas tiga yang diselenggarakan di sekolah ku? Waktu itu
aku benar-benar sibuk hingga aku sama sekali tidak mempunyai waktu sedikit pun untuk menghubungi mu, tapi
kau melakukan satu hal yang begitu membekas dalam ingatan ku. Kau jauh-jauh
datang ke tempat ku berlatih hanya untuk
menemui ku meski pun kau membawa tangan kosong. Lalu apakah sebuah hadiah yang
ku harapkan? Tentu tidak. Hanya dengan melihat mu saja sudah termasuk hadiah
yang sangat indah untuk ku. Kau rela berdiri untuk menunggu ku pulang selama
kurang lebih dua jam karena kau tak mau ku ajak masuk ke dalam dan kau tak mau ku
jadikan sebagai penonton drama ku. Tahukah kamu, selama aku berlatih waktu itu
aku tak bisa konsentrasi dengan peran yang ku mainkan dalam alur dramanya. Itu karena
aku terlalu sibuk memerhatikan dan memikirkan mu saja..
Lalu apakah kau ingat saat kita kembali
berhasil melewati tahun kedua? Saat itu kau membohongi ku! Kau bilang pada ku
bahwa kau akan tidur karena kau telah begadang semalam suntuk untuk mengerjakan
proyek desain mu. Apakah kau tahu saat itu aku ingin marah kepada mu, namun ku
urungkan niat ku karena aku tak ingin kau sakit hanya karena kau kekurangan
waktu untuk beristirahat. Saat itu aku sedang berada di sekolah, bukan? Waktu
itu memang sedang tidak ada pelajaran selama satu hari, jadi para murid di
sekolah ku bisa dengan bebas berlalu lalang di luar kelas atau pun di kantin
tanpa harus ketakutan jika saja ada guru yang melihat. Tiba-tiba saja saat aku
sedang duduk di kursi panjang sebelah kelas ku bersama ke empat teman ku, salah
seorang teman ku berteriak kepada ku, “Vanya! Aku melihat Alex diluar gerbang
sekolah kita, bukannya dia bilang kalo dia mau tidur ya?”. Belum sempat aku
menjawab pertanyaan dari salah satu teman ku, tiba-tiba saja ada seorang teman
ku yang lain datang sambil membawa sebuah tas berwarna merah kecil berisi
sebuah kado yang dibungkus oleh kertas kado berwarna hijau. Tas itu langsung
diberikannya kepada ku sambil berkata, “Vanya, ini dari Alex. Tadi aku bertemu
dengannya di depan gerbang sekolah saat aku baru datang dari kantin”. Tahukah kamu,
aku beserta ke empat teman ku yang duduk bersama ku secara spontan kita
langsung berteriak kencang, tak lupa mereka pun turut meledek ku dengan kata “cie”.
Saat itu aku hanya bisa tersipu malu dengan warna merah merona terpancar dari
pipi ku. Sungguh momen yang sangat ku rindukan…
Tapi kau berubah sejak kita akan melewati
tahun ketiga, kau mulai menjauh dan kau mulai tak pernah ada waktu untuk ku. Kau
terlalu sibuk dengan segala urusan mu. Tapi aku masih mencoba untuk bersabar. Ingatkah
kau saat aku tiba-tiba datang kerumah mu sambil membawa sekotak kue berukuran
sedang ketika hari dimana kita telah tiga tahun bersama? Tentu kau tahu
perjuangan ku untuk sampai kerumahmu dengan membawa kue itu. Susah bukan? Iya. Itu
sangat susah. Ditambah dengan jarak rumah kita yang memang cukup jauh, aku tahu
kue itu bukanlah kue mahal dengan harga ratusan atau mungkin jutaan, itu hanya
sebuah kue yang ku pesan satu hari sebelumnya di toko kue dekat rumah ku. Maafkan
aku jika rasa dari kue itu tidak enak, namun aku hanya berusaha semampu ku
untuk membuat mu bahagia.
Kini, di tahun keempat kita bersama semua
terasa begitu asing bagi ku. Tak ada lagi kejutan-kejutan kecil yang kau
berikan untuk ku seperti tahun-tahun sebelumnya. Apakah kau benar-benar
melupakan ku? Aku harap itu tidak terjadi. Ku ucapkan kata selamat kepada mu
lebih dulu, dengan harapan kau akan meberi respon seperti yang ku inginkan,
namun semuanya tak berjalan sesuai keinginan ku. Kau terlalu dingin. Aku berbicara
panjang lebar tapi kau hanya membalasnya dengan beberapa kalimat singkat seolah
kau memang sedang dalam keadaan mood yang tidak bagus. Oke aku mengerti, lebih
baik ku biarkan saja dan tidak membahasnya kembali. Karena ku tahu, jika aku
membahasnya itu akan menimbulkan pertengkaran di antara kita. Lebih baik ku simpan
semuanya dengan rapi dalam ingatan dan hati ku. Cukup aku saja yang mengetahui
semuanya.
Maaf jika aku menceritakan kenangan ini, kenangan
yang tentunya sangat memuakkan bagi mu. Aku yakin, ketika aku menceritakan hal
ini kau pasti dengan cepat memejamkan kedua mata mu dan menutup telinga mu
rapat-rapat hingga kau tak mendengar suara apapun. Aku sudah menebak itu. Aku telah
cukup baik mengenal mu, kak. Empat tahun kita bersama bukanlah waktu yang
singkat untuk ku, melainkan waktu yang sangat lama dengan berbagai kenangan
manis ataupun pahit didalamnya.
Kini aku yakin, kau sedang tersenyum lepas
bahkan tertawa terbahak-bahak bersama wanita yang kau inginkan. Jika aku masih
memiliki hak atas diri mu, maka aku akan menyuruh mu menjauhi wanita itu, namun
kini ku sadari aku bukanlah siapa-siapa bagi mu. Aku hanyalah sebuah masa lalu
yang begitu memuakkan untuk mu.
Aku tak bermaksud membuat mu kembali
teringat dengan kenangan kita terdahulu, aku hanya ingin bercerita betapa aku
sangat menyayangi mu. Maafkan aku, kak…
Komentar